KABARSEKILAS.COM – Kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, termasuk di kalangan elit politik.
Salah satu partai besar, PDI Perjuangan (PDIP), turut menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tersebut, meski sebelumnya ikut menyetujui pengesahan undang-undang terkait.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza, merespons sikap PDIP dengan mempertanyakan konsistensi partai tersebut. Menurutnya, penolakan ini seharusnya diutarakan melalui jalur hukum seperti pengajuan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau memang keberatan dengan pemberlakuan PPN 12 persen sesuai dengan UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui Judicial Review ke MK. PDIP kan ikut menyetujui saat pengesahan, silakan teman-teman PDIP berargumentasi kembali dalam sidang JR di MK kenapa dulu menyetujui lalu sekarang menolak,” ujar Faisol Riza, Senin (23/12/2024).
Pajak Sebagai Instrumen Negara
Faisol menegaskan pentingnya memberi pemerintah ruang untuk menjalankan undang-undang demi menjaga stabilitas kebijakan fiskal nasional.
Ia juga mengingatkan bahwa hasil pajak akan kembali kepada rakyat melalui berbagai program subsidi dan belanja pemerintah.
“Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Toh, kalau pajak kembalinya juga tetap kepada rakyat melalui belanja pemerintah seperti bansos atau subsidi listrik, elpiji, dan BBM. Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?” katanya.
Dia menekankan bahwa pajak adalah elemen penting yang mencerminkan eksistensi suatu negara. Negara besar seperti Indonesia, yang kini menjadi anggota G20 dan G8, memerlukan penerimaan pajak yang lebih besar untuk menopang pembangunan nasional.
“Semakin maju negara, biasanya rasio pajak akan semakin besar. Indonesia sudah menjadi anggota G20 dan G8, maka wajar jika pendapatan negara dituntut semakin besar dari sektor pajak,” jelas Faisol.
Membangun Indonesia Melalui Pajak
Faisol juga mengajak seluruh pihak untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo dalam menyukseskan program pembangunan demi kesejahteraan rakyat.
Menurutnya, penambahan PPN diperlukan untuk mendanai berbagai kebutuhan publik seperti gaji guru, pembangunan sekolah, rumah untuk rakyat, dan program makanan bergizi gratis.
“Kalau kita tidak menambah pajak, dari mana kita akan membiayai gaji guru, sertifikasi guru, pembangunan gedung sekolah, 3 juta rumah untuk rakyat, makan bergizi gratis, dan lainnya? Pajak adalah sarana kita untuk membangun. Kalau tidak nambah PPN, kita pasti sudah memangkas subsidi bahkan bisa mencabut banyak jenis subsidi,” tegas aktivis 98 ini.
Pengawasan dan Evaluasi
Meski mendukung kebijakan ini, Faisol juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan belanja pemerintah agar dana yang dihimpun dari kenaikan PPN tidak disalahgunakan.
“Sekali lagi, berikan kesempatan kepada pemerintah menjalankan UU menyangkut PPN 12 persen. Kita awasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. Setelah itu kita evaluasi bersama pelaksanaannya,” pungkasnya.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen terus menjadi topik hangat di tengah masyarakat.
Berbagai pihak diminta untuk mengedepankan solusi konstruktif demi kepentingan bersama. (*)